Sabtu, 19 Juni 2010

Rebana AN'NUR



Rebana atau yang dalam istilah jawa lebih akrab disebut "Terbang", dikenal sebagai salah satu instrument khas pengiring alunan musik atau syair-syair arab. Alat musik yang terbuat dari kulit kambing yang dikeringkan tersebut memiliki sejarah yang demikian tua.
Secara historis, telah maklum bahwasanya masyarakat Madinah pada abad ke-6 telah menggunakan rebana sebagai musik pengiring dalam acara penyambutaan atas kedatangan Baginda Nabi Muhammad SAW yang hijrah dari Makkah. Masyarakat Madinah kala itu menyambut kedatangan Beliau dengan qasidah Thaala'al Badru yang diiringi dengan rebana, sebagai ungkapan rasa bahagia atas kehadiran seorang Rasul ke bumi itu.
Kemudian rebana digunakan sebagai sarana dakwah para penyebar Islam. Dengan melantunkan syair-syair indah yang diiringi rebana, pesan-pesan mulia agama Islam mampu dikemas dan disajikan lewat sentuhan seni artistic musik Islami yang khas.
Di Indonesia, sekitar abad 13 Hijriyah seorang ulama' besar dari negeri Yaman yang bernama Habib Ali bin Muhammad bin Husain al-Habsyi (1259 - 1333H / 1839 - 1913M). datang ke tanah air dalam misi berdakwah menyebarkan agama Islam. Di samping itu, beliau juga membawa sebuah kesenian Arab berupa pembacaan qasidah yang diiringi rebana ala Habsyi dengan cara mendirikan majlis sholawat dan pujian-pujian kepada Rasulullah sebagai sarana mahabbah (kecintaan) kepada Rasulullah saw.



Selang beberapa waktu majlis itu pun menyebar ke seluruh penjuru daerah terutama Banjar Masin Kalimantan dan Jawa. Beliau, Habib 'Ali bin Muhammad bin Husain Al-Habsyi juga sempat mengarang sebuah buku yang berjudul “Simthu Al-Durar” yang di dalamnya memuat tentang kisah perjalanan hidup dari sebelum lahir sampai wafatnya Rasulullah SAW. Di dalamnya juga berisi bacaan sholawat-sholawat dan madaih (pujian-pujian) kepada Rasulullah. Bahkan sering kali dalam memperingati acara maulid Nabi Agung Muhammad saw. kitab itulah yang sering dibaca dan diiringi dengan alat musik rebana. Sehingga sampai sekarang kesenian ini pun sudah melekat pada masyarakat, khususnya para pecinta sholawat dan maulid Nabi saw, sebagai sebuah eksistensi seni budaya Islam yang harus selalu dijaga dan dikembangkan.






Sejarah singkat tentang kitab "Simthu al-Durar fi akhbar Mawlid Khair al-Basyar min akhlaqi wa awshaafi wa siyar" atau disingkat "Simthu al-Durar" dan sering juga disebut dengan "Mawlid Habsyi". Kitab ini telah diimla'kan oleh Habib Ali tatkala beliau berusia 68 tahun dalam beberapa majlis dimulai pada hari Kamis 26 Shafar al-khair 1327 H dan disempurnakan 10 Rabi`ul Awwal pada tahun tersebut dan dibacakan secara resminya di rumah murid beliau Habib 'Umar bin Hamid al-Saqqaf pada malam Sabtu tanggal 12 Rabi`ul Awwal.1327 H atau sekitar tahun 1907 M.
Habib Thoha bin Hasan bin Abdur Rahman al-Saqqaf dalam kitabnya "Fuyudhotul Bahril Maliy" menukil kata-kata Habib 'Ali yang berhubungan dengan kitab karangannya seperti berikut:-
“Jika seseorang menjadikan kitab mawlidku ini sebagai salah satu wiridnya atau menghafalnya, maka sir Junjungan al-Habib Musthafa rasulullah s.a.w. akan nampak pada dirinya. Aku mengarangnya dan mengimla`kannya, dan setiap kali kitab itu dibacakan kepadaku, maka dibukakan bagiku pintu untuk berhubungan dengan Junjungan Nabi s.a.w”….
Habib Novel bin Muhammad al-'Aydrus menceritakan sebagian dari keistimewaan kitab "Simthu al-Durar" adalah seseorang yang mempelajarinya akan cepat menghafal al-Quran. Hal ini terjadi beberapa kali pada murid-murid yang diasuh oleh Habib Husain Mulakhela, di mana sebelum menghafal al-Quran mereka disuruh membaca dan menghafal "Simthud Durar" dan hasilnya murid-murid tersebut lebih cepat menghafal al-Quran. Habib Husain Mulakhela sendiri mengalami hal demikian. Ketika diawal menuntut ilmu bahasa 'Arab, gurunya, Habib Hadi Jawas menyuruhnya untuk mempelajari "Simthu al-Durar" terlebih dahulu. Setelah dipelajari dengan tekun, barulah diketahuinya bahwa "Simthu al--Durar" menghimpun semua wazan / pola kata / tata kata dalam bahasa 'Arab, sehingga dia menjadi mudah untuk menguasai ilmu nahwu dan sharaf dengan cepat.
Perkembangan Kesenian Rebana RM AN"NUR sebagai Seni Budaya Islam
Di Rantauprapat kegiatan Remaja Majid An'nur yang menggunakan alat musik rebana telah berkembang dengan pesat. Awalnya kegiatan RM AN'nur ini dilakukan hanya sebagai ritual saja dalam memperingati kelahiran Nabi Muhammad saw, akan tetapi dengan cintanya masyarakat akan bacaan-bacaan shalawat dan madaih, hampir setiap mengadakan acara tasyakuran baik pernikahan, khitanan, tingkeban (ketika janin si ibu berumur 7 bulan) maupun kelahiran bayi dan acara-acara yang lainnya masyarakat sering mengundang Group Rebana ini untuk membacakan sholawat dan madaihnya demi mendapatkan limpahan keberkahan Allah dan syafa'at Rasulullah dari bacaan-bacaan tersebut. Serta menghibur para undangan yang hadir dengan lagu-lagu islami
Awal mulanya group rebana RM An'nur ini sejak tahun 2006 bertepatan pada tanggal 13 Januari 2006 saat mengadakan YAsin Akbar Remaja Masjid Fosri. Awalnya Group Nasyid ini tanpa memiiki pelatih hanya belajar sendiri dari salah satu anggota yang sudah pernah ikut bergabung dalam group rebana dari sekolah pada waktu SMA. Namun hal yang menyenangkan, tepuk tangan yang meriah yang kami dapatkan dari masyarakat saat Group Rebana RM An'nur pertama kali meluncurkan penampilan yang pertama. tidak hanya itu, kami jga mendapat sumbangan berupa satu set alat rebana dari masyarakat.
Dari sinilah muncul Group Rebana RM An'nur. Ucapan terima kasih kami kepada masyarakat kelurahan sigambal kabupaten labuhan batu. atas dukungan nya...... semoga group rebana ini tetap jayaaaa!!! aminnnnn!!!





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentar Disiniiiiiiiiiiii!!!!!!!